Asal dari Makna
Apakah makna berasal dari kata-kata yang diucapkan atau
dituliskan? Jika itu benar, berarti makna ada “di dalam” kata-kata. Sebagaimana
bayi yang berada di dalam rahim ibu. Apabila telah lewat sembilan bulan, bayi
tersebut akan keluar alias sang ibu telah melahirkan. Sungguh peristiwa yang
amat menakjubkan jika—tunggu dulu! Bayi yang ada di dalam sang ibu tetap
menjadi bayi saat dikeluarkan. Kita tahu karena ada alat yang dapat menampilkan
gambar bayi saat masih di dalam kandungan.
Bagaimana dengan makna? Apakah sama dengan analogi barusan? Simak
peristiwa berikut ini: Diki bekerja di sebuah rumah makan di daerah Situbondo
(Jawa Timur). Saat menjelang liburan, Diki diajak oleh temannya Jeki untuk
liburan di pantai pasir putih. Diki pun sepakat karena sebelumnya sudah pernah
ke sana dan memang merupakan pantai yang menawan. Ketika telah sampai di
lokasi, Diki kecewa.
“Ini bukan pantai pasir putih. Ini di mana?”
“Lho, gimana sih? Ini
itu ya pantai pasir putih—Pasir Putih
Situbondo!”
“Tak kira yang
Pasir Putih Pangandaran (Jawa Barat)...”
Ternyata, Diki berasal dari Ciamis kawan-kawan. Telah
terjadi perbedaan pemaknaan terhadap suatu tempat. Analogi bayi dalam kandungan
dengan makna dalam kata-kata ternyata kurang tepat karena terjadi perbedaan
pemaknaan terhadap kata yang sama.
Diki yang berasal dari Jawa Barat hanya mengetahui pantai
putih yang ada di daerah tersebut. Ketika dikatakan padanya “pasir putih” maka
di dalam pikirannya ada gambaran pantai Pangandaran. Sedangkan yang dimaksud
oleh Jeki adalah pantai di Situbondo yang juga dinamakan pasir putih. Jadi,
makna ada dalam orang, bukan dalam kata-kata.
Diki maupun Jeki telah memaknai pasir putih sebagai pantai
yang berbeda, padahal namanya sama. Hal itu tentu dipengaruhi oleh perbedaan
pengalaman dari kedua orang tersebut. Diki yang tinggal di Ciamis dan pernah ke
Pasir Putih Pangandaran dan Jeki yang bermaksud pergi ke pasir putih di
Situbondo. Jika makna ada dalam kata-kata, seharusnya mereka sama-sama
membayangkan pantai yang sama persis.
Sebenarnya, kata-kata mewakili realita, walaupun tidak
seutuhnya. Realita tersebut yang kemudian membentuk makna dalam diri manusia,
tepatnya dalam alam pikirannya.
Foto: Pexels/Pixabay

Komentar
Posting Komentar