Karyawan "Pulang-Pergi"
"Aku dulu bekerja di pabrik selama kurang lebih tujuh tahun ..."
Selagi motornya meluncur di jalan raya Surabaya yang sesak akan asap dan kendaraan, karyawan ojek online itu melanjutkan, "Sebelum itu juga pernah kerja di konstruksi pembangunan." "Saudara saya ada yang kerja di pabrik biskuit di Surabaya. Saya disuruh coba kerja di sana"
"Akhirnya saya di pabrik itu, saya kemudian menikah juga dengan orang yang kerja di situ. Alhamdulillah selama di situ, kebutuhan utama kami tercukupi."
"Tetapi karena suatu hal, saya dan istri dikeluarkan dari pabrik, sementara istri waktu itu hamil."
Dikeluarkan dari pabrik berarti nggak punya pekerjaan ... tidak punya pekerjaan berarti tak ada gaji/uang?! Sementara istri hamil?!
"Saya kemudian nyari-nyari pekerjaan. Kemudian, jatuhlah pilihan saya pada pekerjaan ini. Alhamdulullah prosesnya cepat. Baru daftar online, lalu diminta ambil jaket di kantor. Sudah satu bulan bekerja di sini."
Satu bulan? Berarti, istri masih hamil?
"Istri saya kalau hamil itu manja. Saya satu pekan sekali pulang ke desa [Jombang]."
Kami sudah melebihi setengah perjalanan. Jembatan besar menunggu di kejauhan. Tempat yang tidak jauh dari tempat tujuan (rumah).
Ingatkah kita tentang bagian sebuah ayat yang berbunyi:
"... dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian dengan cara yang patut ..." (Al-Baqarah: 233)
Karyawan itu terlihat sedang berupaya melaksanakan perintah dari ayat tersebut. Menanggung nafkah keluarganya, sekaligus menjaga mereka di rumah walau harus bolak-balik Surabaya-Jombang. Dalam prosesnya, perilaku yang ditunjukan oleh si karyawan adalah kesantunan yang terkesan natural dan tidak dibuat-buat. Membuat saya betah ngobrol dengannya.
Rasulullah SAW pernah bersabda, menanggapi salah satu sahabat beliau:
"Memangnya jihad di jalan Allah itu hanya yang terbunuh (dalam perang) saja? Siapa yang bekerja untuk menghidupi orang tuanya, maka dia di jalan Allah, siapa yang menghidupi keluarganya, maka dia di jalan Allah, tapi siapa yang bekerja untuk bermewah-mewahan (memperbanyak harta) maka dia di jalan taghut." (HR Thabrani Al-Muj'am Al-Ausath dalam www.risalahislam.com)
Maka dari itu, in sya Allah, karyawan tadi dalam rangka fi sabilillah (di jalan Allah). Sungguh, perjuangan (jihad) tidak dapat dilakukan tanpa pengorbanan, dan amal kita akan ditimbang dan dilihat timbangan mana yang lebih berat. Apakah yang memberatkan timbangan amal kebaikan? Seberapa jauh pengorbanan yang telah dilakukan. Pengorbanan yang merupakan hasil dari usaha yang telah dikeluarkan. Maka dari itu, berapa banyak usaha yang telah kita keluarkan?
Selagi motornya meluncur di jalan raya Surabaya yang sesak akan asap dan kendaraan, karyawan ojek online itu melanjutkan, "Sebelum itu juga pernah kerja di konstruksi pembangunan." "Saudara saya ada yang kerja di pabrik biskuit di Surabaya. Saya disuruh coba kerja di sana"
"Akhirnya saya di pabrik itu, saya kemudian menikah juga dengan orang yang kerja di situ. Alhamdulillah selama di situ, kebutuhan utama kami tercukupi."
"Tetapi karena suatu hal, saya dan istri dikeluarkan dari pabrik, sementara istri waktu itu hamil."
Dikeluarkan dari pabrik berarti nggak punya pekerjaan ... tidak punya pekerjaan berarti tak ada gaji/uang?! Sementara istri hamil?!
"Saya kemudian nyari-nyari pekerjaan. Kemudian, jatuhlah pilihan saya pada pekerjaan ini. Alhamdulullah prosesnya cepat. Baru daftar online, lalu diminta ambil jaket di kantor. Sudah satu bulan bekerja di sini."
Satu bulan? Berarti, istri masih hamil?
"Istri saya kalau hamil itu manja. Saya satu pekan sekali pulang ke desa [Jombang]."
Kami sudah melebihi setengah perjalanan. Jembatan besar menunggu di kejauhan. Tempat yang tidak jauh dari tempat tujuan (rumah).
Ingatkah kita tentang bagian sebuah ayat yang berbunyi:
"... dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian dengan cara yang patut ..." (Al-Baqarah: 233)
Karyawan itu terlihat sedang berupaya melaksanakan perintah dari ayat tersebut. Menanggung nafkah keluarganya, sekaligus menjaga mereka di rumah walau harus bolak-balik Surabaya-Jombang. Dalam prosesnya, perilaku yang ditunjukan oleh si karyawan adalah kesantunan yang terkesan natural dan tidak dibuat-buat. Membuat saya betah ngobrol dengannya.
Rasulullah SAW pernah bersabda, menanggapi salah satu sahabat beliau:
"Memangnya jihad di jalan Allah itu hanya yang terbunuh (dalam perang) saja? Siapa yang bekerja untuk menghidupi orang tuanya, maka dia di jalan Allah, siapa yang menghidupi keluarganya, maka dia di jalan Allah, tapi siapa yang bekerja untuk bermewah-mewahan (memperbanyak harta) maka dia di jalan taghut." (HR Thabrani Al-Muj'am Al-Ausath dalam www.risalahislam.com)
Maka dari itu, in sya Allah, karyawan tadi dalam rangka fi sabilillah (di jalan Allah). Sungguh, perjuangan (jihad) tidak dapat dilakukan tanpa pengorbanan, dan amal kita akan ditimbang dan dilihat timbangan mana yang lebih berat. Apakah yang memberatkan timbangan amal kebaikan? Seberapa jauh pengorbanan yang telah dilakukan. Pengorbanan yang merupakan hasil dari usaha yang telah dikeluarkan. Maka dari itu, berapa banyak usaha yang telah kita keluarkan?
Wallahu a'lam.
Komentar
Posting Komentar