“Mata Najwa: Kartu Kuning Jokowi”
Siaran rutin acara Mata Najwa hadir dengan tema “Kartu
Kuning Jokowi”. Acara tersebut disiarkan secara langsung oleh Trans 7 pada hari
Rabu (7/2) malam. Acara itu mengundang Zaadit Taqwa, Presiden BEM UI yang
mengacungkan kartu kuning kepada Presiden Jokowi. Aksi tersebut dilakukan
seusai pidato Presiden di dalam Sidang Terbuka Dies Natalis ke-68 pada Jumat
(2/2).
Zaadit Taqwa bukanlah satu-satunya pihak mahasiswa yang
diundang. Membersamai Zaadit, ada Gafar Revindo (Presiden Mahasiswa Trisakti),
Qudsyi Ainul Fawaid (Ketua BEM IPB), Obed Kresna Widyapratistha (Presiden
Mahasiswa UGM), dan Ardhi Rasy Wardhana (Presiden Keluarga Mahasiswa ITB).
Selain pihak mahasiswa, hadir pula beberapa politisi seperti Adian Napitupulu
(PDI-P), Desmond J. Mahesa (Gerindra), dan Yohan Ahmad (PAN), serta M. Nasir
selaku Meristekdikti dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Kali ini, Mata Najwa membahas perihal tiga tuntutan yang
mewakili kartu kuning tersebut. Bila dibedah, acara tersebut terbagi menjadi
tiga segmen utama. Segmen pertama membahas tentang bencana campak dan gizi
buruk yang menimpa Suku Asmat di Papua. Segmen kedua membahas kontroversi
dwifungsi ABRI menjelang Pilgub. Segmen ketiga membahas tentang peraturan baru
mengenai ormawa yang dinilai dapat membendung gerak mahasiswa dalam mengkritisi
pemerintah.
Beragam pendapat bermunculan dari tamu undangan. Misalnya,
Adian Napitupulu yang menganggap aksi kartu kuning tersebut tidak memiliki
dasar yang kuat. Menurutnya, mahasiswa belum merasakan secara langsung derita
Suku Asmat, sehingga tidak punya legitimasi moral yang kuat untuk menjadi
pembela rakyat. Mahasiswa harus bersama-sama dengan rakyat dulu, baru berhak
melakukan aksi tersebut. Berbeda dengan seorang dosen dari Universitas Negeri
Jakarta (UNJ) yang ada di barisan penonton. Menurutnya, mahasiswa adalah persis
seperti itu (Zaadit). Dia beranggapan bahwa peran mahasiswa hanyalah mengkritik
pemerintah sebagai perwakilan dari rakyat. Untuk masalah negara, adalah
tanggung jawab penuh dari pemerintah. Dosen itu juga menyebutkan bahwa
mahasiswa sekarang memang banyak dikejar oleh tugas kuliah. Tidak mudah menjadi
aktivis di tengah tugas-tugas yang banyak dari universitas.
Foto: Pexels/FWStudio

Komentar
Posting Komentar